Tahun Baru, GP Ansor dan Karaoke

Minggu, Januari 01, 2017



KALAU bukan karena adanya “tragedi” di tempat karaoke beberapa waktu lalu, mungkin banyak masyarakat yang tidak percaya jika di Kudus, yang terkenal sebagai kota santri, ternyata masih ada tempat-tempat diskotik dan karaoke yang buka.  Selama ini keberadaan pondok pesantren yang begitu banyak, keberadaan Menara Kudus, Makam Sunan Kudus, dan Makam Sunan Muria membuat Kudus dikenal sebagai kota yang religius dengan wisata religinya yang cukup terkenal.

Selain itu, pada tahun 2015, kabupaten yang dikomandoi oleh Bupati Kudus, H. Musthofa ini, telah mengesahkan Perda Nomor 10 tahun 2015 tentang Usaha Hiburan Diskotik, Kelab Malam, Pub,
dan Penataan Hiburan Karaoke. Intinya dalam Perda tersebut, khususnya di pasal dua, disebutkan, orang pribadi atau Badan dilarang melakukan kegiatan usaha hiburan diskotik, kelab malam, pub, dan karaoke di wilayah kabupaten Kudus.

Entah musibah, entah peringatan. Yang jelas, masyarakat  Kudus di pengujung tahun 2016 dikagetkan dengan berita terbunuhnya warga atas perkelahian yang terjadi di dalam salah satu karaoke di Jati Wetan kecamatan Jati Kabupaten Kudus.  Satu orang tewas, dan beberapa orang terluka dalam perkelahian yang dilakukan pada dini hari sekitar pukul 03.00 WIB pada Rabu, 28 Desember 2016.
Kejadian ini membuat khalayak terhenyak. Kabar angin mengatakan, kendati sudah ada Perda tetapi aparat berwenang di Kudus kesulitan untuk menutup dan melarang sesuai dengan peraturan.  O, selama ini ternyata masih ada dan masih buka bisnis karaoke di Kudus. 

Disinyalir, keberadaan diskotik dan karaoke di Kudus selama ini, meresahkan masyarakat. Ini karena selain karena di tempat karaoke buka tiap malam hingga dini hari menjelang subuh, juga disinyalir lengkap dengan maksiat. Mulai dari minuman keras, Pemandu Karaoke (PK) yang rentan disalahgunakan, hingga tari bugil yang dipertontonkan di khalayak umum di dalam tempat karaoke.  Hal ini jelas-jelas bertentangan dengan etika wong Kudus yang dikenal religius dengan semboyan Gusjigang, Bagus, Kaji dan Dagang. 

Karena hal inilah masyarakat Kudus yang dipelopori oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor beberapa tahun terakhir terus mendesak Pemkab Kudus untuk segera menutup dan melarang tempat-tempat maksiat, termasuk karaoke. GP Ansor Kudus tidak mau kecolongan, jangan sampai karaoke di kota ini tumbuh subur seperti di kabupaten Pati. Usaha keras akhirnya membuahkan hasil. Perda Nomor 10 tahun 2015 tentang Usaha Hiburan Diskotik, Kelab Malam, Pub, dan Penataan Hiburan Karaoke disahkan.

Dalam Perda yang ditandatangani Bupati Kudus pada 6 Agustus 2015 ini, pada pasal satu dijelaskan antara lain, bahwa usaha hiburan adalah setiap usaha komersil yang ruang lingkup kegiatannya dimaksud untuk memberikan kesegaran rohani dan jasmani. Hiburan ini melingkupi semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati oleh masyarakat dengan atau tanpa dipungut biaya serta tidak melanggar kesusilaan. Sedangkan diskotik didefinisikan sebagai suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas tertutup untuk menari bagi orang dewasa dengan diiringi musik audio dengan atraksi pertunjukan cahaya lampu tanpa pertunjukan lantai dan dapat menyediakan jasa pelayananmakanan ringan dan minuman. Sementara, kelab malam atau sebutan lain adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas tertutup untuk menari dengan diiringi musik hidup, pertunjukkan lampu dan menyediakan jasa pelayanan makanan dan minuman. Sedang Pub diartikan sebagai tempat hiburan khusus untuk mendengarkan musik sambil minum-minum yang dibuka pada waktu malam (sampai larut malam). Juga, karaoke adalah tempat dan fasilitas untuk menyanyi yang diiringi musik rekaman dengan atau tanpa pemandu Karaoke.

Dalam Perda ini secara tegas segala usaha rentan maksiat tersebut dilarang secara tegas di kabupaten Kudus. Dalam pasal dua disebutkan “Orang pribadi atau Badan dilarang melakukan kegiatan usaha hiburan diskotik, kelab malam, pub, dan karaoke di wilayah Daerah”. Hukumannya, sebagaimana pasal 8 adalah termasuk jenis pidana yang apabila dilanggar diancam dengan hukuman penjara 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta. (Perda No 10 Tahun2015 dapat didownload di sini)

Dengan Perda ini, aparat Pemkab Kudus (Satpol PP) diberi kewenangan untuk menindak tempat-tempat maksiat tersebut. Praktis, dengan jaminan Perda tersebut yang sudah berlaku, tentu tempat-tempat yang menjajakan kesenangan duniawi seharusnya sudah “hangus” dan lenyap dari bumi Kudus.    

Tapi apa daya, peristiwa akhir tahun 2016 ini, membuat masyarakat terbuka, bahwa perda yang telah diundangkan belum sepenuhnya berhasil. Satpol PP terkesan membiarkan, tidak menindak tempat-tempat tersebut. Peristiwa inilah kemudian memicu masyarakat Kudus yang lagi-lagi dikomandoi GP Ansor kembali menagih janji Bupati untuk menegakkan Perda yang telah ditandatanganinya tersebut.

Melalui tagar #menagihjanjikangmus, masyarakat Kudus menyuarakan aspiranya kepada Bupati untuk tegas menutup semua kafe dan karaoke yang kental nuansa “esek-esek” yang masih buka di kabupaten Kudus. Tidak hanya itu, ribuan masyarakat Nahdyiyyin juga turun ke jalan pada Jumu’ah, 30 Desember 2016 untuk menegakkan perda No 10 tahun 2015, yakni dengan menutup semua aktifitas karaoke di Kudus. Korban jiwa dan tragedi ini jangan sampai terulang lagi, terlebih moralitas masyarakat Kudus jangan sampai rusak, itu salah satu alasan untuk menuntut penegakan Perda ini.      

Sebenarnya, GP Ansor sudah mensinyalir dan terus mendesak Pemkab Kudus untuk serius menutup karaoke di Kudus sejak pertengahan 2016 lalu. Pasalnya, GP Ansor menduga, sejak perda tersebut diundangkan, masih saja ada beberapa tempat karaoke yang bandel dan tetap membuka tempat bisnisnya. Beberapa kali GP Ansor juga mendesak Satpol PP dan Bupati Kudus untuk serius akan hal ini dalam setiap audiensi yang dilakukan GP Ansor baik dengan aparat Satpol PP maupun dengan Bupai Kudus. Hasilnya, Bupati Kudus dan jajarannya bertekad akan melanjutkan penindakan sesuai Perda yang ada.

Pola gerakan yang dilakukan GP Ansor Kudus patut diapresiasi. Ini karena selain memberangus kemaksiatan dengan cara yang baik dan menegakkan Perda, lebih dari itu, yang dilakukan GP Ansor adalah upaya pembelajaran bagi masyarakat. Masyarakat diharapkan tidak abai akan perilaku sosial di sekitarnya. Diharapkan masyarakat semakin peduli dengan lingkungan sosialnya dan perilaku masyarakat. Masyarakat juga diminta semakin melek hukum. Dalam hal ini, GP Ansor berperan besar untuk menyosialisasikan Perda larangan karaoke ini. Tujuannya, bila masyarakat semakin mengerti bahwa bisnis karaoke dilarang, maka akan semakin mudah memberantas keberadaan bisnis ilegal ini. Peran masyarakat untuk segera melaporkan, bila ada pebisnis jenis ini yang masih bandel, mutlak diperlukan untuk mendukung bersama penegakan Perda ini.

Selamat Tahun baru 2017 GP Ansor, tugas dan peran kalian bagi negeri ini sangat dibutuhkan untuk menjaga NKRI dan menjadikan Indonesia Jaya, Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghafur. (*) 

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images