Semakin Jatuh Cinta dengan Kereta Api

Selasa, Januari 17, 2017





Kereta api adalah salah satu alat transportasi massal andalan di negeri ini. Keberadaannya telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Di masa kolonial, tepatnya pada hari Jumat, tanggal 17 Juni 1864, kereta api pertama di Indonesia lahir. Pembangunan diprakarsai oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij  dengan rute Kemijen-Tanggung. Pencangkulan tanah pertama dilakukan di Desa Kemijen dan diresmikan oleh Mr. L.A.J.W. Baron Sloet van de Beele. Namun jalur ini dibuka tiga tahun berikutnya, yakni pada 10 Agustus 1867.


Bagi diriku, generasi yang tumbuh tahun 90-an, tidak turut serta menikmati era keemasan kereta api menjadi transportasi favorit dan andalan kala itu. Saat ini keberadan transportasi massal yang dikelola BUMN dengan nama PT KAI ini masih kalah dengan transportasi pesawat terbang yang keberadannya menjadi moda transportasi andalan sekaligus transportasi favorit untuk membawa ratusan masyarakat berpindah dari satu pulau ke pulau lainnya, bahkan dari satu negara berpindah ke negara lainnya. Hanya dengan hitungan jam saja, begitu cepat dan efisien. 


Mengenai perkeretaapian, pengalaman menarik adalah saat pertama kali naik angkutan jenis ini. pada akhir tahun 2008, saat itu saya masih menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi kota Kretek Kudus. Saya dan 5 teman lainnya (total 6 orang) berangkat dari Semarang menuju ibu kota Jakarta dengan menggunakan kereta api kelas ekonomi. Saat itu tiket yang harus dibayarakan adalah Rp 35 ribu sekali jalan. Bila dibandingkan naik Bus Patas, harga tersebut jauh lebih murah. Saat itu harga Bus Patas, atau sering disebut Bus Malam rute  Kudus- Jakarta berkisar Rp 90 ribu – Rp 100 ribu.
Sebenarnya, tak ada alasan istimewa untuk memilih naik kereta api selain harga ekonomisnya tersebut. Maklum, saat itu harga menjadi pertimbangan utama, karena keterbatasan dana yang dimiliki organisasi mahasiswa saat itu. Yang penting bisa hadir di acara kampus di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, walaupun cekak anggarannya. 
Akhirnya sekitar pukul 16.00 sore kita bersiap-siap dari Kudus naik Bus jurusan Semarang. Sampai di terminal Terboyo, kita lanjut naik angkot hingga sampai di stasiun Poncol Semarang. Berangkat dari Poncol sekitar pukul 18.00 persis usai Shalat Maghrib, dan tiba di stasiun Senen Jakarta sekitar pukul 02.30 WIB. 

Saya kira, di dalam kerata akan bosan. Bayangan dengan kursi biasa, tanpa busa, tanpa AC saat itu, duduk berjam-jam adalah begitu membosankan. Tapi ternyata yang saya bayangkan jauh dari kenyataan. Ternyata di dalam kereta api saat itu, ramai bukan main. Mirip seperti di pasar tradisional. Dari awal perjalanan hingga akhir perjalanan, ratusan pedagang hilir m udik menjajakan dagangan mereka. ramai bukan main, harganya juga murah meriah, bisa dinego lagi. Mulai dagangan makanan ringan, kopi, gorengan, hingga makanan berat, nasi dan sebagainya. Aneka produk, mulai dari dompet, tas, ikat pinggang, bantal dan barang-barang unik lainnya ditawarkan di dalam perjalanan kerata api Semarang Jakarta. Ini pengalaman luar biasa. Membunuh kebosanan menjadi suka cita duduk berjam-jam di atas kursi yang keras.  




Tahun 2009, sejak Ignasius Jonan memipin PT KAI, gambaran dan suasana seperti yang tertuang di atas, terhapus dan sulit ditemui lagi. Reformasi besar-besaran di tubuh PT KAI mulai digalakkan. Hal ini dilakukan karena PT KAI mengalami kemunduran besar dan kerugian cukup besar. Pedagang asongan, dilarang masuk ke stasiun dan kerata api. Penumpang yang bandel naik di atas body kereta api, ditiadakan. tiket diperketat dengan pemberlakuan tiket online dan harus sesuai KTP nama yang tertera di tiket tersebut. Wajah stasiun diubah menjadi kinclong, stasiun yang kumuh kini hampir tak ada lagi. Kini, orang tidak lagi bebas masuk di stasiun. Hanya calon penumpang yang bertiket resmi yang boleh masuk ke dalam stasiun. Upaya ini manjur, dan berangsur-angsur PT KAI sebagai perusahaan eksis kembali  dan pamornya juga semakin oke.

Pengalaman naik kereta api kembali terulang pada awal tahun 2015. Saat itu naik jenis kereta ekskutif Argo Sindoro dari Semarang Tawang menuju Jakarta Gambir. Suasana di stasiun di tawang, jauh berbeda dengan sebelumnya. Degdegan itu pasti, karena belum berpengalaman naik kereta api. tiketnya dimana ngambilnya, dsb. Saat itu sudah pesan tiket kereta api via online, lewat situs resmi PT KAI dan kemudian membayar lewat ATM BRI. Alhamdulillah, akhirnya bisa juga, mulai dari ngeprint tiket sendiri, setelah memasukkan kode bayar yang telah kita booking, kemudian pemeriksaan tiket oleh petugas sebelum masuk ke areal dalam stasiun.






Tibalah saatnya, menemu pada kereta Argo Sindoro yang dimaksud. Saat itu masih pagi buta, sekitar pukul 05.40 ternyata telah ditunggu "Pramugari-Pramugari cantik" dengan kostum biru khas PT KAI. hemm, sepagi ini sudah secantik itu??? bagaimana kalau jadwal kereta yang berangkat pukul 05.00 pasti jam 04.00 "pramugari-pramugari" iu sudah stand bay di kantor.

Masuk ke dalam gerbong dan duduk di kursi yang telah disediakan, hemm, enak banget rasanya. AC yang dingin, kursi yang empuk dengan menghadap ke depan, ada fasilitas TVnya juga. kerenn banget ... Saat perjalanan juga ada layanan pesan jajan dan makan berat. Bedanya, saat dulu yang jualan adalah pedagang asongan dengan harga yang miring, kini penjualnya adalah dari petugas kereta sendiri dengan harga yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan warung-warung biasa di luar kereta. Tapi, kenyamanan yang ditawarkan oleh PT KAI saat itu saya betul-betul menikmatinya. Perjalanan yang tepat waktu, start pukul 06.00 dan  sampai pukul 11.30 di Stasiun Gambir Jakarta, menjadi cukup nyaman. ruangan ber AC dan juga wangi juga toilet yang bersih menambah kenyamanan yang kurasakan.

Pada awal tahun 2017 ini, beberapa hari lalu, giliran saya pingin mencicipi "kenyamanan" kereta ekonomi dari Semarang ke Pekalongan. Setelah mencari informasi di internet, akhirnya kerata yang saya pilih yang sesuai kantong adalah KA Kamandaka dengan harga Rp 45 ribu. Berangkat fajar dari rumah di Jepara sekitar pukul 03.30 menggunakan sepeda motor, akhirnya sampai di stasiun  Tawang Semarang sekitar pukul 04.45. Tidak seperti pengalaman pertama dan kedua naik kereta api, kali ini lebih siap secara mental. Tiket sudah booking dari tiga hari sebelum berangkat. Hanya saja, yang menjadi kendala adalah persolan parkir sepeda motor. Saya kira di dalam stasiun belum ada parkir sepeda motor, ternyata saya salah, di stasiun tawang ini disediakan parkir sepeda motor yang cukup luas. Mau parkir sejam, dua jam sehari seminggu, tentu bisa.Tetapi perlu diingat ya, biayanya juga berbeda-beda. di bawah satu jam Rp 2.000, satu jam berikutnya Rp 1.000 sehari Rp 8.000 dan begitu seterusnya.




Usai sholat Subuh di Musholla dekat pintu masuk, sepeda motor saya parkir lalu masuk ke areal stasiun. Nomor tiket saya enter-kan di komputer, terus tiket ngeprint secara otomatis. Teknologinya sekarang sedikit berbeda dengan beberapa tahun lalu. Sekarang tiketnya begitu tipis, padahal saat awal tahun 2015, tiketnya cukup tebal kertasnya, da di sisi kakan kiri tiket tersebut masih ada lubang-lubang, tpi tiket sekarang tiodak ada lagilubang-lubang berjejer di kedua sisi kiri dan kanan tiket. Printernya juga kecil sekarang dibandingkan dengan dulu.

"Pramugari-pramugari" cantik ternyata sudah siap "menjemput" memberi informasi di dekat kereta. Masuk di kereta kamandaka kelas ekonomi, ternyata cukup nyaman. Dengan kursi yang cukup empuk, meksipun tak seempuk di kelas ekslusif. Beda sekali waktu masih tahun 2008. kini kelas ekonomi juga disediakan AC, jadi cukup dingin ruangan di gerbong ekonomi tersebut. Kursi berjejer rapi saling berhadapan, 2-2 dan 3-3, cukup nyaman untuk sebuah perjalanan.  Selain itu, ternyata juga ada juga tawaran makanan dan minuman dari petugas kereta, tapi kok harganya masih cukup tinggi ya, kalau bisa kan harga makan minum di ekonomi harus berbanding lurus cukup murah dengan harga tiket di kelas ekonomi, jangan disamakan dengan kelas ekelusif, dong!

Tapi, meskipun begitu, satu setengah jam perjalan dari Stasiun Tawang menuju Stasiun Pekalongan, mulai pukul 05.00 - 06.40, cukup mengasikkan dengan seabrek pengalaman. Finally, jadi semakin jatuh hati menggunakan moda transportasi kereta api ini. Mudah-mudahan dalam waktu dekat dapat membawa si ganteng dan mamanya naik kereta api pas liburan nanti. Entah kemana, belum tahu. Yang pasti mereka ingin sekali naik kereta api, yang katanya,  tut.. tut ..tut ... (*) 




You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images