Bertaubat di Penghujung Tahun

Jumat, Desember 30, 2011

Pergantian tahun tinggal menghitung hari. Kemeriahan detik-detik pergantian tahun sudah mulai terasa jauh hari sebelumnya. Segala suka cita tercurah saat itu seolah tidak ingin ketinggalan momen-momen bersejarah pergantian tahun. Karenanya, banyak yang sudah jauh hari menyiapkan berbagai acara untuk momen penting itu.

Tahun baru juga identik dengan sebuah harapan. Harapan akan kelangsungan hidup yang lebih positif dan lebih baik. Cita-cita yang belum terwujud berusaha diejawantahkan dalam tahun mendatang. Namun, tak ada salahnya, alangkah lebih untuk kembali mengingat apa yang menghalangi cita-cita belum berbuah. Jangan-jangan kita melewatkan hal-hal pokok, jangan-jangan kita malas untuk mewujudkannnya, atau bahkan jangan-jangan kita berbuat kesalahan pada orang lain.

Apa yang telah kita lakukan selama setahun yang lalu? Apakah sudah sesuai dengan norma, sudah berbuat kebajikan, sudah menolong orang lain yang membutuhkan dan sudahkah berperilaku cinta terhadap sesama, tanpa harus membeda-bedakan atau merendahkan orang lain. Itu dalam konteks sebagai makhluk sosial yang saling membantu dan saling melengkapi dalam hidup ini. Dalam kontkes manusia sebagai hamba Allah-pun sama, apakah kita senantiasa menjalani apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang.

Tentu ada yang sudah sesuai dengan yang diharapkan, tetapi tidak sedikit yang belum berada pada jalur yang seharusnya. Ada yang telah berbuat kebajikan, ada pula yang khilaf telah berlaku tidak adil, berlaku curang, berlaku korup, hingga merugikan diri, maupun merugikan banyak pihak lain. Inilah saat yang tepat untuk kembali pada Yang Kuasa, kembali menjalani ritus taubat untuk memperbaiki perilaku pada tahun mendatang.

Memang, bertaubat tidak harus menunggu datangnya momen tertentu, seperti pergantian tahun, tetapi setiap saat kita diperintah untuk bertaubat dan kembali ke jalan yang benar, lebih-lebih setelah kita berbuat dosa atau salah. Karena, para ulama sepakat, bersegera taubat hukumnya wajib karena telah melakukan dosa, besar ataupun kecil.
Secara etimologi, taubat berarti kembali. Sedang dalam terminologi Islam, taubat merupakan kembali dari dosa atau maksiat menuju ketaatan terhadap Allah dan berusaha meraih ridla-Nya. Secara lebih detail, para ulama menawarkan tiga hal yang harus dilakukan jika ingin bertaubat, yakni berhenti dari maksiat, menyesali perbuatan, bertekad kuat untuk tidak melakukannya lagi.

Dalam surat At Tahrim ayat 8, kita diperintah untuk bertaubat, kembali kepada Allah dengan taubat yang murni (taubatan nasuha). Bukan hanya taubat biasa, tapi taubat yang sebenar-benarnya, taubat yang kembali pada Allah dan tidak akan hengkang dan pergi menjauhi-Nya. Artinya, bentuk pertaubatan dan penyesalan kita harus murni dari hati dan berjanji tidak akan mengulang kembali.

Para ulama juga merinci, bila kesalahan atau dosa yang dilakukan ada sangkut pautnya dengan hak orang lain, tak cukup hanya dengan tiga langkah di atas, tetapi juga harus permasalahan antar individu harus diselesaikan dulu. Caranya, dengan meminta maaf kepada yang bersangkutan. Jika telah bertindak menipu atau menjarah barang milik orang lain, maka harus mengembalikan atau dengan menggantinya. Jika berupa tuduhan bohong, kesalahan omong, maka wajib untuk meminta maaf dan mengharap kesalahannya diampuni yang bersangkutan.

Menurut Dzun Nun al-Mishriy, taubat harus dilakukan dengan seluruh anggota tubuh. Hati, bertaubat dengan cara meninggalkan perbuatan tercela. Mata, bertaubat dengan memejamkan mata dari semua yang diharamkam. Tangan, bertaubat dengan tidak mengambil barang yang tidak halal. Kaki, bertaubat dengan tidak berjalan menuju tempat yang diharamkan. Telinga, bertaubat dengan tidak mendengarkan barang-barang batil.

Dari sini bisa difahami bahwa substansi taubat, kembali kepada Allah, tidaklah cukup hanya dengan ucapan dan penyesalan semata, tapi yang jauh lebih penting, adalah dengan memperbaiki perilaku. Dari yang sebelumnya kurang baik menuju kebaikan, dari yang sebelumnya baik ditingkatkan lagi ke yang lebih baik.(*)

oleh: Muhammad Kharis
Pembimbing Jurnalistik Ma’had Qudsiyyah Menara Kudus

Cermin Hati, Radar Kudus Jawa Pos, Edisi Jumat, 30 Desember 2011

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images