Mesin Dos Kini Tak Seperti Saat Aku Kecil Dulu

Kamis, Januari 26, 2017



Kini di kampungku sedang musim panen padi. Ya, di tempatku berada ini, Gerjen, sedang panen padi untuk musim tanam pertama. Hujan masih sering terjadi, sehingga banyak yang “kadang mengeluh” karena jarang panas. Hal ini karena mereka khawatir padi yang dipanennya masih basah, bahkan khawatir kalau padinya, berjamur atau do tukul. Secara umum, hasil anen kali cukup baik, karena tidak ada kabar adanya gurem atau penyakit padi lainnya yang cukup mengganggu hasil panen kali ini. Alhamdulillah.

Satu yang sangat membantu dalam panen padinya adalah alat perontok padi, yang dikampungku biasa dikenal dengan sebutan dos. DOS ini bukan Disk Operating system, tetapi alat perontok padi yang digunakan setiap kali panen gabah.


Di kampungku sejak dulu, cerita dari orang-orang terdahulu, telah mengalami pergantian beberapa kali jenis alat dos yang digunakan para petani yang selalu berbeda. Pertama, dari cerita para orang tua dahulu, panen padi zaman dahulu istilahnya diani-ani. Ini adalah proses panen padi saat belum usummesin penggiling padi. Proses ani-aniadalah pengambilan gabah dari sawah beserta batangnya bagian atas padi. Kemudian dibawa pulang. Jadi padi tidak dirontokkan tetapi masih utuh dengan batangnya dan dibunteli dan dibawa pulang. Cara perontokan gabah ini dengan cara ditutu, yakni ditumbuk dengan alu dan lumpang.  Pada masa itu, saya tidak menangi zaman tersebut. Saya hanya mendengar cerita saja dari para orang tua dan sesepuh yang ada di kampung.

Zaman berikutnya adalah semasa mesin penggiling sudah ada di kampung, yakni selepan padi. Dengan adanya mesin penggilang, para petani tidak perlu lagi menumbuk gabah menjadi beras, cukup membawa gabah yang telah kering dan bersih untuk dibawa ke mesin penggiling, maka cling, akan menjadi beras.

Mesin penggiling gabah inilah yang membuat tugas petani dan ibu-ibu semakin dientengkan ketika menanak nasi, yakni tidak perlu lagi menutu gabah. Tapi di sisi lain, para petani saat panen membutuhkan alat perontok padi. Akhirnya alat perontok padi yang ada pada masa-masa awal adalah  alat perontok yang tradisional, yakni mesin perontok padi yang sangat sederhana dari kayu atau bambu.  

Dahulu untuk merontokan padi para petani memukul-mukulkan batang padi ada balok kayu (mirip kayu untuk cuci baju), atau terbuat dari bambu. Mesin ini dibentuk segitiga dengan lebar sekitar 50 senti meter. Terkadang, dalam mesin yang terbuat dari kayu, juga dilapisi dengan rante bekas sepeda ontel di atas bambu-bambu yang dipilih sebagai “mata”. Pada mesin tradisional ini membutuhkan tenaga yang ekstra karena murni menggunakan tenaga manusia dan prosesnya memakan waktu yang relatif lama. Tekniknya, pada dibabat atau dipotong sampai pangkal batangnya. Setelah itu padi ditumpuk dan mulai proses perontokan ini dengan tenaga manusia. Petani mengambil batang padi tersebut sebanyak sekitar satu genggam tangan terus kemudian diayunkan satu genggam padi tersebut ke “mesin” dari kayu atau bambu sampai padi benar-benar rontok semua.




Seiring berjalanya waktu, cara ini mulai dianggap kurang efektif dan efisien maka diciptakanlah alat perontok padi secara sederhana. Alat perontok padi manual ini dibuat dari kayu yang berbentuk silinder dan diberi paku paku. Silinder paku paku ini diberi AS dan dihubungkan dengan kayuh. Mesin ini awalnya dikayuh melalui pedal seperti pedal gas mobil. Tetapi kemudian mesin ini berkembang dengan pedal tadi diganti dengan rantai sepeda ontel. Penggunaan rantai sepeda ontel ini dirasa semakin mempercepat kayuhan mesin dos ini. Apalagi bila kayuhan rantai yang dibuat ini ada di kiri dan kanan. Maka hasilnya akan semakin kuat berputarnya, sehingga semakin cepat perontokannya. Pada mesin ini tenaga yang dipakai adalah murni tenaga manusia yang memutar pedal untuk memutar rantai mesin ini. Biasanya terdiri atas dua orang yang ngontel dan “makani” mesin ini. Di sisi kiri kanannya ada seseorang yang bertugas untuk “ngelungi” atau menata genggaman batang padi agar cepat bisa dirontokkan. Dalam proses ini tenaga manusia masih dominan, mulai dari babat, makani, dan kemudian menunggu untuk rontok padinya semuanya. Tenaga manusia juga diperlukan untuk membuang “sampah” atau bekas batang padi tersebut.


Perkembangan selanjutnya adalah mesin dos dengan menggunakan mesin murni bukan tenaga manusia. Alat yang digunakan adalah sama persis dengan mesin sebelumnya, hanya saja rantai dan pedal yang sebelumnya adalah dengan tenaga manusia, kini diganti dengan mesin diesel, atau mesin pompa air atau mesin kecil lainya. Dan rantai yang digunakan juga diganti dengan linden. Teknologi dalam mesin dos ini adalah sama persis dengan sebelumnya dimana tenaga manusia diganti dengan mesin.  Sehingga proses perontokan padi menjadi lebih mudah, cepat, dan efisien.

Perkembangan selanjutnya yang ada di kampung adalah mesin modern yang begitu canggih. Yakni dengan mesin perontok padi yang super canggih yang berbentuk seperti mobil. Dengan mesin ini maka para petani tidak perlu susah-susah untuk memotong batang padi dan mengedos padi. Dengan mesin ini, para petani tinggal duduk manis, dua orang yang menjalankan mesin ini juga tinggal “nyopir” mesin ini. Satu orang bertugas nyopir, dan satu lagi bertugas untuk menata sak untuk mengumpulkan padi. Pada mesin yang super canggih ini, meliputi alat untuk memotong batang padi, kemudian langsung dikirimkan ke dalam mesin untuk dirontokkan, batang padi dan padi nanti akan terlekesi secara otomatis dalam waktu yang bersamaan. Di dalam mesin perontokan tersebut juga terdapat blower angin yang kencang untuk memisahkan padi yang benar-benar berisi dan padi yang gabug atau tidak berisi. Padi yang gabug akan ikut serta dengan batang yakni, yakni keluar di area yang lain yang berbeda dengan keluarnya padi. Alat ini sungguh praktis.


Kelemahan dari mesin adalah mesin ini harus digunakan saat cuaca cukup terang, bila cuaca hujan, maka akan kesulitan. Juga kelemahan mesin ini adalah tidak bisa membabat secara otomatis padi yang ambruk, atau jatuh akibat terbawa angin. Solusinya adalah gabah yang ambruk akan dipotong secara manual kemudian dimasukkan ke mesin. Alat ini begitu canggih efisien dan cepat, satu kotak lahan padi saat panen tidak sampai setengah jam sudah beres semua.

Sayang, keberadaan mesin ini di kampungku tidak bertahan lama. Tak sampai dua tahun, alat ini sudah tidak boleh lagi masuk di area kampung ini. Hal ini karena mesin perontok padi jenis mobil ini menguras dan mengikis habis tenaga manusia. Akhirnya, warga yang biasanya mencari nafkah dengan ngedos banyak yang mengganggur, sehingga alat ini akhirnya “dilarang” masuk di daerah kampungku.




 
Saat ini, mesin yang banyak digunakan oleh petani adalah mesin blower. Mesin ini mirip dengan dengan perontok padi sebelumnya, hanya saja, mesin kali ini adalah seluruh batang padi dimasukkan ke dalam mesin, maka mesin blower tersebut akan merontokkan dan memisahkan sendiri antara padi dan batang padi. Hasilnya semakin cepat. Hanya saja, bedanya dengan mesin jenis seperti mobil adalah mesin ini cukup ramping dan mudah dibawa ke sawah dengan ditarik tenaga manusia. Jadi, bila panen dengan menggunakan mesin ini, maka akan tetap menggunakan tenaga manusia untuk memotong batang padi, baru kemudian batang tersebut dimasukkan ke dalam mesin untuk dirontokkan. Adanya blower ini juga mempermudah petani untuk membedakan padi yang berisi dengan padi yang tak berisi atau gabug. 

Inilah berbagai alat dos yang ada di kampungku untuk mempermudah tugas petani. Semoga semakin sukses para petani di kampungku, jaya selalu. Amin.(*)

You Might Also Like

2 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images