Violis, Abu Sofyan

Minggu, Juni 13, 2010


Bagai Menundukkan Perempuan
"Dalam Musik Tersimpan Pendidikan"
MUSIK adalah salah satu hal yang membuat dunia lebih indah. Dengan musik seseorang bisa merasa senang, tenang dan membuat orang menjadi lebih bersemangat dalam beraktivitas.
Salah satu alat musik yang menghasilkan suara yang merdu adalah biola. Alat musik gesek ini, tidak sembarang orang dapat memainkannya. Selain butuh proses panjang untuk dapat memainkannya, untuk menghasilkan nada yang baik butuh olah rasa tinggi.
Adalah Abu Sofyan, salah satu pemain biola di Kudus. Saat ditemui beberapa waktu lalu, Abu Sofyan, mengungkapkan ketertarikannya terhadap dunia musik memang merupakan anugerah yang membuat hidupnya menjadi lebih hidup. Dengan musik, dirinya mampu mengekspresikan berbagai bakatnya.
Sebelum terjun dan mendalami biola, sejak kecil ia memang sangat menyukai musik. Entah dari mana hobi itu berkembang, yang jelas saat masih di bangku sekolah ia telah bergabung di dalam grup musik. ’’Saat itu ketika masih SMA, saya sudah bergabung di grup musik miliknya Jambu bol Kudus,’’ terang violist, alumni SMA Muhammadiyah Kudus angkatan 1999 ini.
Di SMA inilah ia bersama beberapa sejawatnya membentuk grup band. ’’Sebelumnya, belum boleh ada grup band di sekolah, karena band identik dengan urakan dan kekerasan,’’ kata anak keempat dari pasangan Abdul Cholik dan Sholihah ini.
Akhirnya, Abu bersama teman-temannya membuktikan dengan segala kemampuannya, bahwa dalam grup band tidak seperti itu, tetapi dalam grup band maka aspirasi berkesenian dapat tersalurkan. Pembuktiannya ini akhirnya mampu mewujudkan sebuah grup band yang pertama kali di sekolahnya. ’’Hingga kini grup band di sana masih aktif sebagai wadah penyalur bakat serta aspirasi teman-teman SMA Muhammadiyah,’’ kata dia.
Bermula dari kegemarannya bermusik inilah, akhirnya ia melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi jurusan seni musik. ’’Saat itu saya memilih Unnes (Universitas Negeri Semarang, Red),’’ katanya.
Saat proses pendidikan inilah akhirnya dia mengenal biola dan akhirnya mendalami dan hingga sekarang terus menjadi salah satu alat musik yang dikuasainya. Dalam studinya, ketika sudah duduk di semester IV, setiap mahasiswa mendapatkan beberapa pilihan untuk mendalami beberapa instrumen musik, antara lain vocal, instrumen alat tiup, alat gesek, alat petik dan alat pukul. ’’Saat itu saya lebih memilih untuk mendalami alat gesek, khususnya biola,’’ terang bapak satu anak ini.
Ketertarikannya terhadap biola, dilatarbelakangi dengan adanya imaje yang berkembang saat itu. Dimana beberapa mahasiswa menganggap biola identik dengan instrumen yang sulit, identik dengan perempuan. Dan yang menyukai untuk belajar alat musik tersebut dari kalangan perempuan. ’’Saya nggak peduli hal itu,’’ tandasnya.
Memang, kelas biola yang diikuti banyak diisi kaum hawa. Dari sekitar 20 mahasiswa di dalamnya, hanya dirinya saja yang dari kaum adam. Baginya, banyak violist dunia yang justru laki-laki. ’’Saya ingin membuktikan, kalau saya bisa bermain biola,’’ terang pia kelahiran Kudus, 1 Oktober 1981.
Dari situ ia bertekat membuktikan dirinya mampu menguasai alat musik tersebut. ’’Pertama saya belajar dari Mbak Rina, seniman dari Solo sekitar tahun 2000. Darinya saya mengenal dan pinjam biola darinya untuk latihan,’’ kata dia .
Setelah mengenal biola, Abu mengakui bahwa biola memang identik dengan perempuan. Sebab, menurutnya instrumen gesek ini begitu sulit dipahami, begitu lembut dan butuh keseriusan yang tinggi untuk menaklukkannya. ’’Biola itu identik dengan perempuan, lembut, butuh ketelitian, kesabaran, ketelatenan, perasaan, serta butuh keseriusan untuk menguasainya. Kalau laki-laki kan identik dengan keras, terburu-buru, ingin cepat, dan sebagainya,’’ jelas Abu.
Akhirnya dengan perjuangan keras dirinya mampu menguasai biola, tentunya dengan latihan rutin serta penambahan jam latihan. ’’Karena saya belajar mulai semester 4, maka setiap hari jika orang lain belajar tiga jam, maka saya harus harus belajar selama enam jam,’’ sambungnya.
Hingga sekarang, pria yang tinggal di Perum Megawon Indah Blok F No 26 ini terus saja mengasah kemampuannya bermain biola. ’’Bila dalam seminggu saja tidak latihan, maka kemampuan saya akan berkurang,’’ kata dia.
Beberapa vilolist handal baik dari dalam negeri maupun luar negeri menjadi salah satu inspirasi baginya untuk menciptakan sebuah komposisi lagu, sebut saja violist Hendra Ramere, Fafan, Maela Fos, dan Idris Sardi (alm). Sementara violist dari mancanegara yang digemari antara lain Vanesa May dan Nicholo Paganini.
Kini, aktivitasnya selain menjadi guru seni musik di SMP 1 Kudus, juga sibuk sebagai guru musik di studio musik Purwacaraka Semarang. ’’Sejak 2004, saya diangkat sebagai guru musik di SMP 1 Undaan, dan mulai 2010 ini pindah ke SMP 1 Kudus,’’ terangnya.
Baginya, dalam berkesenian, musik tidak sekadar hanya sekadar memainkan instrumen musik belaka. Tetapi di dalamnya tersimpan pendidikan yang luar biasa. ’’Dalam musik terkandung kedisplinan, moral dan kekompakan,’’ katanya.
Dijelaskan, apapun jenis musik yang digunakan, saat proses mendalami bukan semata-mata ditentukan kegigihan semata. Tetapi juga oleh rasa yang dimiliki orang tersebut. Proses ini juga akan membentuk karakter-karakter siswa, baik kedisiplinan siswa, moral siswa, kekompakan dan lain sebagainya.
’’Maka dalam setiap pengajaran, saya tidak hanya mengajarkan tentang bagaimana cara bermusik yang baik saja. Tetapi juga menjelaskan tentang pendidikan dalam bermusik tersebut,’’ katanya.
Cita-citanya ke depan, bagaimana keahliannya memainkan biola dapat ditularkan kepada generasi selanjutnya. ’’Saya lebih senang ketika anak didik saya lebih mahir dari saya,’’ imbuhnya. (*)

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images