Membangkitkan Perilaku Jujur

Jumat, April 13, 2012

Hingga kini, bangsa Indonesia masih belum beranjak dari keterpurukan berbagai persoalan. Bangsa ini belum mampu berdiri tegak melawan tirani dan mengawal kedamaian di dunia. Masih banyak persoalan yang meliputi negeri, hingga menghambat kemajuan bangsa.

Perilaku masyarakat dan warganya masih banyak yang belum sesuai dengan yang diidamkan. Para pejabat pun masih saja ditemukan terbelit kasus, kendati peraturan dan hukum yang mengatur msyarakat dan pejabat tak pernah kurang jumlahnya. Sebut saja kasus korupsi yang hingga hari ini terus menghantui. Kasus penggelapan pajak, kasus bentrokan antar masyarakat, kasus kekeresan dan banyak rentetan kasus lainnya.

 Padahal, bangsa Indonesia merupakan bangsa terbesar dengan jumlah penduduk beragama Islam di dunia. Ini menjadi tantangan bersama kaum muslim dengan segenap komponen di dalamnya. Bagaimana membentuk masyarakat dan warga yang sesuai dengan cita-cita ajaran Islam yang damai, yang jujur, dan yang humanis. Begitu pula tantangan kita bersama untuk membentuk para pejabat yang baik, menjadi pejabat yang sesuai dengan fungsinya, bekerja dengan jujur, bekerja dengan hati, dan melayani dengan senyum dan santun.

Paling tidak, keyakinan dan pembentukan karakter untuk berperilaku jujur harus kembali digalakkan di semua level. Ini penting untuk membentuk warga dan generasi yang jauh dari perbuatan kebohongan. Sebab, melalui perilaku tidak jujur inilah, apalagi saat telah menjadi kebiasaan berbohong, akan merambah pada hal-hal lain yang lebih parah, seperti tindakan korupsi, penggelapan, penyalahgunaan jabatan, dan sebagainya.

Banyak contoh tindakan yang mengabaikan kejujuran. Di bidang hukum misalnya, perilaku bohong bisa berupa “jual beli” pasal, kebohongan saksi, kebohongan tuduhan, bahkan mempermainkan hukum. Pada bidang pendidikan misalnya, jual beli ijazah palsu, kasus plagiasi penelitian maupun penulisan, dan yang sering sekali terjadi adalah berbohong saat mengerjakan tes atau ujian dengan cara mencontek. Perilaku bohong lainnya juga seperti berbohong dalam berbisnis atau dalam berdagang sehingga merugikan pembeli.

Menilik pada ajaran agama Islam, perilaku jujur jelas menjadi pedoman dan landasan berkehidupan yang penting, yang mengantarakan masyarakat, hidup nyaman di dunia, dan lebih-lebih mendapat kenikmatan nanti di kehidupan selanjutnya di akhirat. Kanjeng Nabi Muhammad saw telah mewanti-wanti umatnya untuk bersetia dan menghindar dari kebohongan.

Dalam sebuah hadis riwayat imam Bukhari dijelaskan: “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, apabila berkata dia dusta, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila diberi amanat dia khianat”. Dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj, ayat 30, Allah berfirman: “Dan jauhilah perkataan bohong”.

Kejujuran merupakan penopang utama bagi berlangsungnya kehidupan dan tentu saja ini merupakan kekayaan yang tiada ternilai harganya. Sedangkan sifat bohong merupakan ujian berat jika menimpa seseorang, karena kebohongan merupakan penyakit yang menggerogoti. Sekali berbohong besar kemungkinan akan melakukan kebohongan berikutnya untuk menutupi kebohongan yang pertama dan begitu seterusnya.

Tentu, perilaku kebohongan ini harus kita jauhi dan hindari. Kita harus benar-benar menjauhi dosa yang satu ini. Lebih-lebih karena ketidakjujuran lisan juga bisa memprovokasi terhadap dosa-dosa lain seperti pertengkaran, permusuhan, dan sebagainya.

Sebagai umat muslim, kita harus meyakini bahwa setiap perbuatan kita akan dipertanggungjawabkan kelak di hari akhir nanti. Jangan hanya karena kenikmatan sesaat, kita menggadaikan hati nurani dan membohongi diri sendiri dengan berperilaku tidak jujur.

Semua tindakan kita, baik itu perkataan, atau perbuatan pasti tak luput dari catatan pena yang dipegang oleh Malaikat pencatat amal, Roqib dan ‘Atid. Waspadalah! (*)

oleh: Muhammad Kharis, Pembimbing Jurnalistik Ma'had Qudsiyyah
dimuat pada CERMIN HATI, Radar Kudus Jawa Pos, Edisi Jum'at, 13 April 2012

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images